Didi Petet, Aktor Legendaris 3 Jaman
Di dunia perfilman Indonesia,
kemampuannya sudah tidak disangsikan lagi. Banyak yang menjulukinya
sebagai aktor legendaries 3 jaman. Karena ia memang selalu eksis
menghiasi dunia layar kaca Indonesia dari dulu hingga sekarang. Siapa
lagi jika yang dimaksud itu bukan Didi Petet?
Didi Petet, sosok bertubuh gembul dan
berambut keriting itu namanya memang terjajar di deretan aktor
legendaris Indonesia. Kepiawaiannya dalam berakting tidak perlu
diragukan lagi. Berbagai jenis karakter peran, bisa ia mainkan dengan
sangat memukau. Dari peran tokoh yang berwibawa, gokil, sampai banci,
mampu ia kuasai dengan baik. Bahkan pertama kali namanya tenar setelah
memerankan Emon, tokoh banci dalam film remaja laris ‘Catatan Si Boy’
besutan Nasri Chepy, tahun 80-an. Semenjak itu, semua orang langsung
mengenalnya berkat keberhasilannya memainkan perannya.
Memang, nyaris semua peran yang
diberikan kepadanya, mampu ia taklukkan sesulit apapun peran itu.
Setelah ‘Catatan Si Boy’ ia juga berhasil memerankan sosok Si Kabayan,
tokoh lugu khas dari tatar Pasundan yang pastinya tidak mudah untuk
ditaklukkan. Atas keberhasilannya menjadi sosok Kabayan, Didi Petet pun
namanya langsung melejit dalam dunia peran dan menjadi sosok yang
disegani karena kepiawaiannya berakting.
Pemilik nama lengkap Didi Widiatmoko
yang akrab dipanggil dengan “Didi Petet“ ini tidak serta merta bisa
mendapatkan prestasinya tersebut dengan mudah. Butuh kerja keras dan
terus belajar untuk mewujudkan itu semua. Langkah awal yang
dilakukannya, sebelum bergelut di dunia peran, sebenarnya ia terlebih
dahulu bermain musik.
“Semula saya suka main musik tapi saya
merasa permainan saya pas-pasan. Kebetulan pada waktu itu saya kenal
Harry Rusli. Permainan saya sering diketawain sama dia,” kata Didi.
Ia mulai masuk dunia peran, diawali dari
panggung opera. Kebetulan waktu itu, Harry Rusli sedang membuat opera
Ken Arok. Didi kemudian diberi peran oleh Harry Rusli di opera tersebut.
Tapi jangan dibayangkan ia langsung mendapatkan peran utama. Tidak.
Harry Rusli hanya memberikan peran kecil kepada Didi yaitu sebagai
tukang bakso. Sekalipun perannya kecil, Didi waktu itu sudah sangat
bersyukur sekali diberi peran. Ia benar-benar merasa sangat bahagia
berada di atas panggung.
Didi saat berada di atas panggung merasa
seperti tiba-tiba berubah. Ia mendapatkan sebuah pelajaran bagaimana
caranya mengendalikan diri. Belajar bagaimana caranya supaya tidak
over-acting atau under-acting. Semua itu ia rasakan membutuhkan
konsentrasi yang sangat tinggi.
Semenjak itu, ia pun semakin tertarik
untuk memasuki dunia peran yang sesungguhnya. Ia ingin benar-benar
belajar akting. Belajar seni peran. Sekalipun sebenarnya ia secara tidak
sadar selama dua tahun ikut bersama Harry Rusli sudah belajar banyak
tentang hal tersebut. Ia sudah paham musik, paham ritme, ia juga
memahami harmoni dari musik itu. Tapi, ia ingin mendalaminya secara
serius. Ia pun kemudian masuk di IKJ. Ia kemudian belajar dengan Bu
Tatiek Maliyati.
Selama ia di IKJ, pemahamannya tentang
dunia akting semakin matang. Wawasannya tentang musik pun juga lebih
dalam. Sepak terjangnya di layar kaca pun semakin padat. Peran-demi
peran ia berhasil taklukkan dengan baik. Namanya semakin melambung di
belantika perfilman nasional. Namanya semakin harum dengan berbagai
prestasi yang didapatkannya. Berbagai job banyak sekali datang
kepadanya, dari bermain film, bintang iklan, dan sinetron.
Pada suatu ketika, ia pun akhirnya
mendirikan sebuah production house sendiri. Hal itu dilakukannya untuk
mewujudkan cita-citanya bisa memproduksi sendiri berbagai macam format
acara televisi untuk kepentingan industri televisi Indonesia. Berkat PH
yang didirikannya, ia pun semakin produktif berkarya.
Di samping itu namanya telah berkibar di
dunia layar kaca, di samping itu ia juga aktif dalam sejumlah
pementasan teater, seminar tentang seni peran dan mengajar serta menjadi
Dekan di Fakultas Seni Pertunjukan – IKJ.
Dari pengalamannya selama bergelut di
dunia peran dan pertunjukan, ia menarik sebuah kesimpulan bahwa,
”sebaiknya aktor selain belajar seni peran itu sendiri, dia juga harus
belajar tentang seni-seni yang lain. Agar betul-betul kaya dalam
berekspresi. Belajar akting adalah belajar tentang kehidupan. Belajar
tentang apa yang ada di sekeliling kita. Kita hidup dalam sebuah dunia
dengan aturan-aturan sosial yang suka atau tidak sudah terberi pada kita
sejak lahir dan kelak mati.”
Rekam Jejak Prestasi Didi Petet
- Aktor Pembantu Terbaik, Piala Citra FFI 1988 (Cinta Anak Jaman)
- Aktor Terpuji Festival Film Bandung (FFB) 1988 (Catatan si Boy)
- Aktor Terpuji FFB 1989 (Gema Kampus 66)
- Aktor Terpuji FFB 1994 (Si Kabayan Cari Jodoh)
- Lifetime Achievement MTV Indonesia Movie Award 2004
- Nominasi Piala Citra 1990, Aktor Utama (Joe Turun Ke Desa)
- Nominasi Piala Citra 1991, Aktor Utama (Boneka dari Indiana)
- Nominasi Piala Citra 2004, Aktor Pembantu (Pasir Berbisik)
- Nominasi Indonesian Movie Award 2010, Aktor Utama (Jermal)
- Nominasi Piala Vidia 2011, Aktor Pembantu (Bakpao Pingping)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar